Selasa, 10 April 2012

MAKALAH AGAMA ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

 A.  Latar Belakang Masalah
Sejarah agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Etika, akhlak, atau moral adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak. Sebaliknya, hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, di mana manusia melihat atau merasakan diri sendiri berhadapan dengan kebaikn dan keburukan. Di situlah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut dan tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.


 B.   Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan:
  1. Menjelaskan tentang etika, moral, dan akhlak.
  2. Memberikan beberapa dalil yang berkaitan dengan etika, moral, dan akhlak.
  3. Menjelaskan hubungan tasawuf dengan akhlak.
  4. Memberikan contoh tentang krisis akhlak di Indonesia.
  5. Memberikan beberapa contoh aktualisasi etika, moral, dan akhlak.



BAB II
PEMBAHASAN

 A.  Etika, Moral, dan Akhlak
1.    Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang juga meneliti tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk.
Di dalam Islam, etika yang diajarkan berbeda dengan etika falsafat. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
Ø  Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
Ø  Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih.
Ø  Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan di manapun mereka berada.
Ø  Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
Ø  Etika Islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Ø  Etika Islam didasari oleh dua prinsip berikut:
v  Fitrah manusia, yaitu insting alami (fitrah) yang diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah sejak pertama kali diciptakan (91 : 7-8). Dengan adanya fitrah ini, orang dapat membedakan tidak hanya antara yang baik dan buruk, tetapi juga yang netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk petunjuk pribadi karena kompleksitas hidup, kesadaran etika saja tidak dapat mendefinisikan attitude yang benar terhadap setiap masalah. Seseorang tidak hidup dalam vakum, tetapi dipengaruhi oleh pengaruh luar yang dapat mengikis kemampuan untuk memilih antara yang benar dan yang salah. Pengaruh luar ini termasuk kebiasaan, kepentingan pribadi, dan konsep-konsep yang membentuk lingkungan.
v  Dasar hukum dan agama, yang mendasari etika Islam diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam Islam tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya. Sebaliknya, instruksi hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga kesadaran dapat melihatnya sebagai kebenaran. Dengan demikian hukum itu menjadi bagian dari kesadaran manusia. Hukum yang asing tidak dapat bekerja karena meskipun mungkin untuk membuatnya mengikat secara legal, tetapi tidak dapat mengikat secara moral kepada muslim. Muslim dengan sukarela membayar zakat karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan bertanggung-jawab secara hukum dan etika.
Nilai-nilai etika Islam tidak berdasarkan pada pikiran manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles mengenai nilai, dan bukan juga apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu, seperti pendapat Durkheim, dan bukan juga untuk kelas-kelas tertentu, seperti pendapat Marxist. Dalam hal seperti ini nilai-nilai dipengaruhi oleh keadaan. Dalam Islam, nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.

  1. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adab kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia yang selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Kesadaran moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan dalam bahasa Arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat sampai pada suatu kesimpulan bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai suatu hal yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum, dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dapat dengan mudah melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

  1. Akhlak
Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak yang baik (akhlak al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hukum-hukum yang bersangkut paut dengan perbaikan jiwa (moral), menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara khusus dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.
Ciri perbuatan akhlak:
a.    Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b.   Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
c.    Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d.   Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
e.    Dilakukan dengan ikhlas.

 B.   Beberapa Dalil yang Berkaitan dengan Etika, Moral, dan Akhlak
  1. Firman Allah SWT:
a.       QS. Ali Imran : 190
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
b.      QS. An-Nisa : 114
Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
c.       QS. Al Anfal : 2
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
d.      QS. Al Anfal : 4
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
e.       QS. At Taubah : 111
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
f.       QS. Yasin : 60
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.
g.      QS. Sad : 46
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.

  1. Sabda Rasulullah SAW:
a.       Sesungguhnya aku Muhammad SAW tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
b.      Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahwa ia adalah hati.
c.       Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang berlandaskan keikhlasan hati.
d.      Seseorang itu tidak beriman sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya seperti mana dia mengasihi terhadap dirinya sendiri.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
e.       Sesungguhnya amalan yang sangat dicintai Allah selepas melakukan ibadat fardlu oleh hamba-Nya ialah mengembirakan hati saudaranya sesama Islam.”
(Riwayat Baihaqi)

 C.  Hubungan Tasawwuf dengan Akhlak
   Istilah tasawwuf  tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat) dan kedua (tabiin), ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir, dan aktifitas rohani lainya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang Islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin. Kemudian insan pilihan inilah yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.
   Dalam perspektif perbuatan manusia, tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah di sinilah ada titik potong antara tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini menggunakan bahan–bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan, manusia, dan sebagainya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli(menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat.
   Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama–sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat–sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.

 D.  Krisis Akhlak
Krisis akhlak terjadi apabila norma-norma akhlak mulia tidak dijalankan dengan baik bahkan cenderung dilanggar. Sebagai contoh kami kemukakan data-data terjadinya perusakan akhlak terutama kepada para remaja berupa narkoba, shabu-shabu, putow, heroin, ganja, ecstasy, morphin, dan lain-lain. Sasarannya mulai dari anak-anak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari pengangguran sampai artis. Pengaruh buruk yang diperoleh adalah dapat merusak hati dan otak meskipun pada tahap awal si pecandu merasa segar, gembira, fly, tidak tidur, dan merasa berani. Police Watch Indonesia, suatu LSM yang memantau keterlibatan polisi dalam jaringan penyimpangan menyebutkan bahwa 42% kasus narkoba terjadi di Jakarta, 58% terjadi di Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sumatra Barat.
Jakarta Barat merupakan kawasan terbesar kasus narkoba karena di kawasan itu banyak terdapat tempat maksiat, dan sisanya berada di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Tidak hanya Jakarta, kasus narkoba bahkan telah merambat ke kota-kota kecil dan kampung-kampung.
Pembentengan dari krisis akhlak tentunya ummat Islam adalah dengan tidak melepaskan ajaran Islam dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka harus kembali menghidupkan Islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Imam Malik pernah meriwayatkan sebuah hadits Rasul yang artinya “Tidaklah berjaya akhir dari ummat ini melainkan berpegang dengan apa yang dipegang generasi pertama“.
Kita harus kembali menghidupkan masjid sebagai pusat kegiatan ummat Islam, memperkuat daya tahan rumah tangga dari ancaman dekadensi moral termasuk film-film yang tidak mendidik, menjaga disiplin dan keamanan sekolah, memberikan pendidikan agama yang cukup, serta menjaga daya tahan lingkungan masyarakat dari berbagai arus perusakan dan penyesatan sekaligus mengaktifkan pemerintah untuk membentengi masyarakat dari berbagai bentuk kemaksiatan. Wallahu A`lam.

 E.   Aktualisasi Etika, Moral, dan Akhlak
Aktualisasi dan cakupan akhlak mulia dalam Islam mencakup beberapa hal, yaitu:
1.      Akhlak kepada Allah SWT, dengan cara taqwa kepada-Nya, mencintai dan ridha pada-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu kepada-Nya untuk berbuat maksiat atau muraqabah (merasa senantiasa diawasi Allah), bertaubat pada-Nya, bertawakkal, takut akan adzab-Nya (khauf), dan senantiasa berharap akan rahmat-Nya (raja').
2.      Akhlak kepada Rasulullah SAW, dengan cara beradab dan menghormatinya, mengikuti, mentaati, memuliakan, dan mencintai beliau, menjadi kaumnya, banyak menyebut nama beliau (mengucapkan salam dan shalawat), menerima seluruh ajaran beliau, menghidupkan sunnah-sunnah beliau.
3.      Akhlak terhadap Al Qur`an, dengan cara membacanya dengan khusyuk, tartil, dan sesempurna mungkin sambil memahaminya, menghapalnya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Akhlak kepada makhluk Allah SWT, dengan memulai dari diri sendiri dengan sikap shidiq, amanah, istiqamah, iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik), mujahadah(mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT), dan lain-lain, akhlak pada orangtua dan keluarga dengan menghormati orang tua (birul walidain), kasih sayang, silaturrahim, akhlak bermasyarakat dengan saling menghormati, ukhuwwah Islamiyah, serta akhlak sesama mukmin sesuai dengan tuntunan Islam.
5.      Akhlak kepada orang kafir, dengan cara membenci kekafiran mereka tetapi tetap berbuat adil kepada mereka (berupa membalas kekejaman mereka atau memaafkannya), berbuat baik kepada mereka secara manusiawi selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam, dan mengajak mereka kepada Islam.
6.      Akhlak terhadap makhluk lain, termasuk menyayangi binatang yang tidak mengganggu, merawat tanaman dan tumbuh-tumbuhan dan melestarikannya, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

 A.  Kesimpulan
Etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia. Sementara moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Sementara akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya dan dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Akhlak timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan ikhlas.
Dalam Islam, nilai-nilai etika didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat, yaitu didasari oleh dalil-dalil yang berada dalam Al-Qur’an yang berasal dari Allah SWT dan dari hadits Rasulullah SAW. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
Akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Dewasa ini, keadaan etika, moral, dan akhlak semakin mengkhawatirkan. Kerusakan moral dan akhlak terjadi di mana-mana. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mengaktualisasikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak tersebut dapat diaktualisasikan dengan berakhlak kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW, terhadap AL Qur'an, kepada makhluk Allah, kepada orang kafir, dan kepada makhluk lain sesuai dengan tuntunan Islam.



DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mudlor. Etika dalam Islam. Al Ikhlas. Surabaya
Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Angkasa. Bandung
Ilyas, Yunahar. 2009. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI). Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar