BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah agama
menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah
agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan
yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan
hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang
tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk
tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan
pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menentukan corak hidup
manusia. Etika, akhlak, atau moral adalah pola tindakan yang didasarkan atas
nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak. Sebaliknya, hidup
yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang
kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran
manusia tentang dirinya sendiri, di mana manusia melihat atau merasakan diri sendiri
berhadapan dengan kebaikn dan keburukan. Di situlah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia
hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut dan tidak
patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah
yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu,
sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek
yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya itu.
Makalah ini ditulis dengan tujuan:
- Menjelaskan tentang etika, moral, dan akhlak.
- Memberikan beberapa dalil yang berkaitan dengan etika, moral, dan akhlak.
- Menjelaskan hubungan tasawuf dengan akhlak.
- Memberikan contoh tentang krisis akhlak di Indonesia.
- Memberikan beberapa contoh aktualisasi etika, moral, dan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika,
Moral, dan Akhlak
1.
Etika
Dari
segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan
etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika
membahas tentang tingkah laku manusia.
Tujuan
etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia di setiap waktu
dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan
itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia
ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara
metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang juga
meneliti tingkah
laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan
manusia dari sudut baik dan buruk.
Di dalam
Islam, etika yang diajarkan berbeda dengan etika falsafat. Etika Islam
memiliki karakteristik sebagai berikut:
Ø
Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada
tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
Ø
Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral,
ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang shahih.
Ø
Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat
diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan di manapun
mereka berada.
Ø
Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang
akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya
memanusiakan manusia.
Ø
Etika Islam merupakan pedoman mengenai
perilaku individu maupun masyarakat di segala aspek kehidupan yang sesuai
dengan ajaran Islam.
Ø
Etika Islam didasari oleh dua prinsip berikut:
v
Fitrah manusia, yaitu insting alami (fitrah) yang
diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah sejak pertama kali diciptakan (91 : 7-8). Dengan
adanya fitrah ini,
orang dapat membedakan tidak hanya antara yang baik dan buruk,
tetapi juga yang netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk petunjuk
pribadi karena kompleksitas hidup, kesadaran etika saja tidak
dapat mendefinisikan attitude yang benar terhadap setiap masalah. Seseorang tidak
hidup dalam vakum, tetapi dipengaruhi oleh pengaruh luar yang dapat mengikis
kemampuan untuk memilih antara yang benar dan yang salah. Pengaruh luar ini
termasuk kebiasaan, kepentingan pribadi, dan
konsep-konsep yang membentuk lingkungan.
v
Dasar hukum dan agama, yang mendasari etika Islam
diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam Islam
tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya.
Sebaliknya, instruksi hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga
kesadaran dapat melihatnya sebagai kebenaran. Dengan demikian hukum itu menjadi
bagian dari kesadaran manusia. Hukum yang asing tidak dapat bekerja karena
meskipun mungkin untuk membuatnya mengikat secara legal, tetapi tidak dapat
mengikat secara moral kepada muslim. Muslim dengan sukarela membayar zakat
karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan bertanggung-jawab
secara hukum dan etika.
Nilai-nilai
etika Islam
tidak berdasarkan pada pikiran
manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles mengenai nilai, dan bukan juga apa
yang diatur oleh masyarakat terhadap individu, seperti pendapat Durkheim, dan
bukan juga untuk kelas-kelas tertentu, seperti pendapat Marxist. Dalam hal
seperti ini nilai-nilai dipengaruhi oleh keadaan. Dalam Islam,
nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah
karena waktu atau tempat. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia
ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
- Moral
Adapun
arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adab kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia dikatakan bahwa
moral adalah penentuan
baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya
moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan
kutipan tersebut di
atas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Jika
pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia yang selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun
demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik
atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral
tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta
berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran
realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan
demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Etika
dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem
nilai yang ada.
Kesadaran
moral erat pula
hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience,
conscientia, gewissen, geweten, dan dalam bahasa Arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral
mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan
tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan
objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh
masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal,
artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang
yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula
muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan
uraian di atas,
dapat sampai pada suatu kesimpulan bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai
atau sistem
hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem
hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai suatu hal yang
akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai
tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum, dan
kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri
seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian
akan
dapat dengan mudah
melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
- Akhlak
Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu akhlak yang baik (akhlak al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar,
pemaaf, dermawan, dan amanah misalnya termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat
yang dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam
akhlak yang buruk.
Secara
teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk pada tiga perbuatan yang utama,
yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria) dan iffah (menjaga diri
dari perbuatan dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hukum-hukum yang bersangkut
paut dengan perbaikan jiwa
(moral), menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau keutamaan-keutamaan yang
harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang seperti jujur, adil,
terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus dijauhi oleh seseorang
seperti bohong, dzalim,
khianat. Sifat-sifat tersebut diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan
secara khusus
dipelajari dalam Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.
Ciri perbuatan
akhlak:
a. Tertanam
kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Dilakukan
dengan mudah tanpa pemikiran.
c. Timbul
dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
d. Dilakukan
dengan sungguh-sungguh.
e. Dilakukan
dengan ikhlas.
B. Beberapa
Dalil yang Berkaitan dengan Etika, Moral, dan Akhlak
- Firman Allah SWT:
a. QS. Ali
Imran : 190

Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.
b. QS.
An-Nisa : 114

Tidak ada kebaikan dari banyak
pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia)
memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah,
maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
c. QS. Al
Anfal : 2

Sesungguhnya orang-orang yang beriman
ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.
d. QS. Al
Anfal : 4

Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Rabbnya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
e. QS. At
Taubah : 111

Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang
pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
f. QS.
Yasin : 60

Bukankah Aku telah memerintahkan
kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.
g. QS. Sad
: 46

Sesungguhnya Kami telah mensucikan
mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
- Sabda Rasulullah SAW:
a. “Sesungguhnya
aku Muhammad SAW tidak
diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”
b. “Ketahuilah
kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah
keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan
tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahwa ia adalah hati.”
c. “Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu,
dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu
yang berlandaskan keikhlasan hati.”
d. “Seseorang
itu tidak beriman sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya seperti mana
dia mengasihi
terhadap dirinya sendiri.”
(Riwayat
Bukhari dan Muslim)
e. “Sesungguhnya
amalan yang sangat dicintai Allah selepas melakukan ibadat fardlu oleh
hamba-Nya ialah
mengembirakan hati saudaranya sesama Islam.”
(Riwayat
Baihaqi)
C. Hubungan
Tasawwuf dengan Akhlak
Istilah
tasawwuf tidak dikenal dalam
kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat) dan kedua (tabiin), ilmu
tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam
Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi
berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan
Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir, dan aktifitas
rohani lainya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang Islam
berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan
sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah
dan mutasawwifin. Kemudian insan pilihan inilah yang mengembangkan
dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang
ini.
Dalam
perspektif perbuatan manusia, tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi
dua, yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan
perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah di sinilah ada titik
potong antara tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.
Ilmu tasawwuf pada umumnya
dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini
menggunakan bahan–bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik
menyangkut filsafat tentang Tuhan, manusia, dan sebagainya. Kedua, tasawwuf
akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan
– tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang
buruk), tahalli(menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli
(terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan,
sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali,
yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian
hal itu muncul dalam tharikat.
Sebenarnya,
tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama–sama
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang
tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq
al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang
harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf
pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak.
Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya
dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum
sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq
bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau
juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan
sifat–sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf
akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang
terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan
sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian,
dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali,
ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari
empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
D. Krisis Akhlak
Krisis akhlak
terjadi apabila norma-norma akhlak
mulia tidak dijalankan dengan baik bahkan cenderung dilanggar.
Sebagai contoh kami kemukakan data-data terjadinya perusakan akhlak terutama kepada para remaja berupa narkoba, shabu-shabu,
putow, heroin, ganja, ecstasy, morphin, dan lain-lain. Sasarannya mulai dari
anak-anak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari pengangguran sampai
artis. Pengaruh buruk yang diperoleh adalah dapat merusak hati dan otak meskipun
pada tahap awal si pecandu merasa segar, gembira, fly, tidak tidur, dan merasa
berani. Police Watch Indonesia, suatu LSM yang memantau keterlibatan polisi
dalam jaringan penyimpangan menyebutkan bahwa 42% kasus narkoba terjadi di
Jakarta, 58% terjadi di Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
dan Sumatra Barat.
Jakarta Barat merupakan
kawasan terbesar kasus narkoba karena di kawasan itu banyak terdapat tempat
maksiat, dan sisanya berada di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur.
Tidak hanya Jakarta, kasus narkoba bahkan telah merambat ke kota-kota kecil dan
kampung-kampung.
Pembentengan dari
krisis akhlak tentunya ummat Islam adalah dengan tidak melepaskan ajaran Islam
dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka harus kembali menghidupkan
Islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat
beliau. Imam Malik pernah meriwayatkan sebuah hadits Rasul yang artinya “Tidaklah berjaya akhir dari ummat ini
melainkan berpegang dengan apa yang dipegang generasi pertama“.
Kita harus kembali
menghidupkan masjid sebagai pusat kegiatan ummat Islam, memperkuat daya tahan
rumah tangga dari ancaman dekadensi moral termasuk film-film yang tidak
mendidik, menjaga disiplin dan keamanan sekolah, memberikan pendidikan agama yang
cukup, serta menjaga daya tahan lingkungan masyarakat dari berbagai arus
perusakan dan penyesatan sekaligus mengaktifkan pemerintah untuk membentengi
masyarakat dari berbagai bentuk kemaksiatan. Wallahu A`lam.
E. Aktualisasi
Etika, Moral, dan Akhlak
Aktualisasi dan cakupan
akhlak mulia dalam Islam mencakup beberapa hal, yaitu:
1. Akhlak kepada Allah SWT, dengan cara taqwa kepada-Nya,
mencintai dan ridha pada-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu kepada-Nya untuk
berbuat maksiat atau muraqabah (merasa senantiasa diawasi Allah), bertaubat
pada-Nya, bertawakkal, takut akan adzab-Nya (khauf), dan senantiasa
berharap akan rahmat-Nya (raja').
2. Akhlak kepada Rasulullah SAW, dengan cara beradab dan
menghormatinya, mengikuti, mentaati, memuliakan, dan mencintai beliau, menjadi
kaumnya, banyak menyebut nama beliau (mengucapkan salam dan shalawat), menerima
seluruh ajaran beliau, menghidupkan sunnah-sunnah beliau.
3. Akhlak terhadap Al Qur`an, dengan cara membacanya
dengan khusyuk, tartil, dan sesempurna mungkin sambil memahaminya,
menghapalnya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Akhlak kepada makhluk Allah SWT, dengan memulai dari
diri sendiri dengan sikap shidiq, amanah, istiqamah, iffah (menjauhkan
diri dari hal-hal yang tidak baik), mujahadah(mencurahkan segala kemampuan
untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap
Allah SWT), dan lain-lain, akhlak pada orangtua dan keluarga dengan
menghormati orang tua (birul walidain), kasih sayang, silaturrahim,
akhlak bermasyarakat dengan saling menghormati, ukhuwwah Islamiyah,
serta akhlak sesama mukmin sesuai dengan tuntunan Islam.
5. Akhlak kepada orang kafir, dengan cara membenci
kekafiran mereka tetapi tetap berbuat adil kepada mereka (berupa membalas
kekejaman mereka atau memaafkannya), berbuat baik kepada mereka secara
manusiawi selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam, dan mengajak
mereka kepada Islam.
6. Akhlak terhadap makhluk lain, termasuk menyayangi
binatang yang tidak mengganggu, merawat tanaman dan tumbuh-tumbuhan dan melestarikannya,
dan lain-lain.
BAB III
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika menurut filsafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. Pada dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia. Sementara
moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari
sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Etika dan moral sama artinya tetapi
dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian
sistem nilai yang ada. Sementara akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang
sehingga telah menjadi kepribadiannya dan dilakukan dengan mudah tanpa
pemikiran. Akhlak timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
dengan ikhlas.
Dalam Islam, nilai-nilai etika didasari
oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat, yaitu
didasari oleh dalil-dalil yang berada dalam Al-Qur’an yang berasal dari Allah
SWT dan dari hadits Rasulullah SAW. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa
kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
Akhlak merupakan bagian dari tasawwuf
akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang
terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati)
dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Dewasa ini, keadaan etika, moral, dan
akhlak semakin mengkhawatirkan. Kerusakan moral dan akhlak terjadi di
mana-mana. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus
mengaktualisasikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak tersebut dapat
diaktualisasikan dengan berakhlak kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW,
terhadap AL Qur'an, kepada makhluk Allah, kepada orang kafir, dan kepada
makhluk lain sesuai dengan tuntunan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,
Mudlor. Etika dalam Islam. Al Ikhlas.
Surabaya
Bakry,
Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Angkasa.
Bandung
Ilyas,
Yunahar. 2009. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar