`Tanggal 1 April adalah tanggal di mana pemerintah
akan menaikan harga BBM dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. pemerintah beralasan
bahwa kenaikan harga BBM diperlukan karena harga minyak mentah dunia mengalami
peningkatan di atas US $ 100 / barrel dan perlu penyesuaian terhadap APBN.
Pemerintah beranggapan bahwa ketika harga minyak mentah dunia sudah di atas US
$ 100 / barrel tetapi harga BBM dalam negeri tidak dinaikan akan berakibat
jebolnya APBN dasn akhirnya dapat membahayakan ekonomi nasional.
Di
sisi lain, banyak kalangan yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang
menaikan harga BBM dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. mereka beralasan bahwa
kenaiakan harga BBM akan menyengsarakan rakyat banyak. Selain itu, kenaikan BBM
juga berimbas kepada naiknya harga barang-barang pokok yang semakin susah di
jangkau olaeh kalangan bawah.
Terlepas
dari pro kontra kenaikan BBM, saya ingin menyoroti sikap kampus mengenai
kenaikan BBM. Lantas, bagaimana sikap civitas akademika (dosen, mahasiswa dan
ahli-ahli di lingkungan kampus) dalam menyikapi persoalan kenaikan BBM?
Sikap
mahasiswa sendiri jelas menolak kenaikan BBM dengan mengadakan aksi turun ke
jalanan di berbagai tempat untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Pertanyaan yang
paling mendasar adalah masih efektifkah aksi turun ke jalan dalam menyampaikan
aspirasi rakyat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita dapat melihat
fakta-fakta yang ada. Mayoritas aksi turun ke jalan berakhir dengan kerusuhan
baik antara mahasiswa dengan polisi atau pihak lain. Mahasiswa sendiri lebih
sering melakukan aksi dengan bakar ban di jalan, memblokir jalan raya atau
menyegel fasilitas-fasilitas milik pemerintah. Isu yang mereka bawa sendiri
terkaburkan oleh tindakan mereka sendiri yang cenderung anarkhis dalam
melakukan aksi. Media massa juga lebih senang menyoroti aksi yang berakhir
ricuh bukan esensi dari isu dalam aksi tersebut. Kalau sudah demikian aksi
sendiri menjadi tidak efektif lagi dalam menyampaikan aspirasi rakyat.
Sikap
kampus sendiri (dosen dan ahli) cendurung kurang tertarik menyikapi masalah
tersebut. Padahal, kampus sendiri punya sumber daya manusia yang sangat mempuni
untuk membantu memecahkan masalah tersebut baik melalui penelitian atau memberi
masukan kepada pemerintah. Sebagai contoh saja, di Undip punya ahli-ahli perminyakan,
fisika, geologi, kimia, teknik kimia yang bisa saja melakukan penelitian
sebenarnya seberapa banyak kandungan minyak di indonesia. Atau ahli-ahli
ekonomi untuk melakukan penelitian mengenai berapa sebenarnya harga BBM yang
ideal di Indonesia ini?
Bagaimana
solusinya mengnai masalah tersebut? Tidak lain tidak bukan adalah dari kampus
itu sendiri harus lebih menggencarkan penelitian mengenai masalah-masalah
penting yang dihadapi bangsa ini. Kampus juga harus membuka dialog-dialog
terbuka antara ahli-ahli, pemerintah, dan mahasiswa sendiri. Kampus juga harus
lebih aktif memberikan solusi-solusi terhadap masalah-masalah masyarakat ke
pemerintah. Semoga kampus Undip tercinta ini bisa memberikan kontribusi solutif
ke pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar