Minggu, 18 Maret 2012

Bodohnya Sikap Civitas Akademika dalam Kenaikan BBM


`Tanggal  1 April adalah tanggal di mana pemerintah akan menaikan harga BBM dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. pemerintah beralasan bahwa kenaikan harga BBM diperlukan karena harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan di atas US $ 100 / barrel dan perlu penyesuaian terhadap APBN. Pemerintah beranggapan bahwa ketika harga minyak mentah dunia sudah di atas US $ 100 / barrel tetapi harga BBM dalam negeri tidak dinaikan akan berakibat jebolnya APBN dasn akhirnya dapat membahayakan ekonomi nasional.
Di sisi lain, banyak kalangan yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. mereka beralasan bahwa kenaiakan harga BBM akan menyengsarakan rakyat banyak. Selain itu, kenaikan BBM juga berimbas kepada naiknya harga barang-barang pokok yang semakin susah di jangkau olaeh kalangan bawah.
Terlepas dari pro kontra kenaikan BBM, saya ingin menyoroti sikap kampus mengenai kenaikan BBM. Lantas, bagaimana sikap civitas akademika (dosen, mahasiswa dan ahli-ahli di lingkungan kampus) dalam menyikapi persoalan kenaikan BBM?
Sikap mahasiswa sendiri jelas menolak kenaikan BBM dengan mengadakan aksi turun ke jalanan di berbagai tempat untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Pertanyaan yang paling mendasar adalah masih efektifkah aksi turun ke jalan dalam menyampaikan aspirasi rakyat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita dapat melihat fakta-fakta yang ada. Mayoritas aksi turun ke jalan berakhir dengan kerusuhan baik antara mahasiswa dengan polisi atau pihak lain. Mahasiswa sendiri lebih sering melakukan aksi dengan bakar ban di jalan, memblokir jalan raya atau menyegel fasilitas-fasilitas milik pemerintah. Isu yang mereka bawa sendiri terkaburkan oleh tindakan mereka sendiri yang cenderung anarkhis dalam melakukan aksi. Media massa juga lebih senang menyoroti aksi yang berakhir ricuh bukan esensi dari isu dalam aksi tersebut. Kalau sudah demikian aksi sendiri menjadi tidak efektif lagi dalam menyampaikan aspirasi rakyat.
Sikap kampus sendiri (dosen dan ahli) cendurung kurang tertarik menyikapi masalah tersebut. Padahal, kampus sendiri punya sumber daya manusia yang sangat mempuni untuk membantu memecahkan masalah tersebut baik melalui penelitian atau memberi masukan kepada pemerintah. Sebagai contoh saja, di Undip punya ahli-ahli perminyakan, fisika, geologi, kimia, teknik kimia yang bisa saja melakukan penelitian sebenarnya seberapa banyak kandungan minyak di indonesia. Atau ahli-ahli ekonomi untuk melakukan penelitian mengenai berapa sebenarnya harga BBM yang ideal di Indonesia ini?
Bagaimana solusinya mengnai masalah tersebut? Tidak lain tidak bukan adalah dari kampus itu sendiri harus lebih menggencarkan penelitian mengenai masalah-masalah penting yang dihadapi bangsa ini. Kampus juga harus membuka dialog-dialog terbuka antara ahli-ahli, pemerintah, dan mahasiswa sendiri. Kampus juga harus lebih aktif memberikan solusi-solusi terhadap masalah-masalah masyarakat ke pemerintah. Semoga kampus Undip tercinta ini bisa memberikan kontribusi solutif ke pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar